Tembang Pocung Buatan Sendiri Lengkap Terjemahan, dan Makna
Tembang Pocung Buatan Sendiri Lengkap Terjemahan, dan Makna
Banyak pembaca mencari tembang Pocung lengkap beserta watak, guru gatra, guru wilangan, guru lagu, contoh tembang Pocung yang benar, terjemahan bahasa Indonesia, dan makna untuk tugas sekolah, pementasan macapat, dan pembelajaran sastra Jawa.
Tulisan ini menghadirkan empat contoh Pocung baru dengan tema pertemanan, percintaan, kesehatan, dan gotong royong, disusun mengikuti pakem metrum Pocung (4 larik tiap bait; 12–6–8–12 suku kata; akhiran u–a–i–a).
Saya memilih diksi Jawa modern secukupnya agar mudah dipahami tanpa meninggalkan rasa tradisi. Setiap contoh dilengkapi terjemahan dan urai makna supaya nilai eling, tepa slira, andhap asor, rukun, dan welas asih dapat langsung dipraktikkan di kehidupan hari ini—baik di kampung, ruang kerja, maupun ruang digital.
Pocung Buatan Sendiri
1. Tema Pertemanan
Sifat/Watak: ringan, guyub, tulus, nglegakaké ati (pola 12u–6a–8i–12a).
Rembug ati, lirih temen hywa kagugu
tepa slira ana
sarujuk tembung kang suci
peparinge ati jembar mring pepadha
Terjemahan (Bahasa Indonesia)
Bicaralah dari hati sungguh-sungguh, (jangan merasa paling benar).
Tepa slira itu ada.
Kesepakatan kata yang suci.
Pemberian dari hati lapang kepada sesama
Makna
Persahabatan tidak tumbuh dari ramai atau sekedar cari perhatian semata, tetapi dari hati yang sungguh-sungguh. Selain itu budaya mau mendengar, menahan diri, dan memilih kata yang tidak melukai. Frasa “tepa slira” menandai kemampuan menimbang terhadap perasaan kawan.
Sementara “sarujuk tembung” mengajak kita mencari titik temu tanpa memaksa keseragaman dan menggunakan kejujuran. Paseduluran itu adalah kegiatan hidup sehari-hari, misalnya menyapa, bertanya kabar, mendampingi saat sulit. Ketika hati lapang, pertemanan menjadi ruang aman untuk tumbuh, bukan gelanggang saling membuktikan diri alias ego.
2. Tema Percintaan
Judul "Tembunge Tresna"
Sifat/Watak: wening, lembut, setya, meneduhkan, (pola 12u–6a–8i–12a).
Tresna ora gawé ricuh, ngendhèg kalbu
janji kang prasaja
pangayom rasa nyawiji
tulus pangaksama bebrayan rumeksa
Terjemahan (Bahasa Indonesia)
Cinta tidak menimbulkan keributan, ia menenangkan hati.
Janji sederhana dan jujur itu ada.
Perlindungan rasa berpadu menjadi satu.
Ketulusan memaafkan menjaga kedamaian hidup.
Makna
Cinta yang matang mendinginkan ego dan menghangatkan nurani. Hadir sebagai ruang aman untuk belajar dan bersabar. Sekali lagi budaya untuk saling mendengar, saling menghargai ritme, dan berlatih memaafkan tanpa merendahkan.
“Nyawiji” di sini bukan meniadakan pribadi melainkan bersatu dalam niat baik. Asmara antara dua manusia tetap utuh, seirama dalam melangkah. Dengan begitu, relasi tak mudah patah oleh keadaan dan perbedaan, yang akan terjadi saling menghargai kekurangan dan kelebihan sehingga timbul kedamaian.
3. Tema Kesehatan
Judul " Waras Rasa "
Sifat/Watak: cetha, waskita, ngajak eling, realistis, (pola 12u–6a–8i–12a).
Waras dudu raga wae, atiku kudu
tata laku ana
turu cukup ngreksa budi
dhaahar resik olah raga saben dina
Terjemahan (Bahasa Indonesia)
Sehat bukan hanya tubuh, hati juga harus sehat.
Tatalaku itu ada.
Tidur cukup menjaga budi.
Makan bersih dan berolahraga setiap hari.
Makna
Kesehatan adalah kebiasaan kecil yang konsisten, yaitu tidur cukup, makan bersih, bergerak rutin, dan melenturkan hati supaya tidak kaku oleh prasangka. Ketika ati luwes, konflik lebih mudah diurai, keputusan lebih jernih, dan tubuh ikut mendapat energi baik. Pocung ini menegaskan kesederhanaan yang efektif. Efektif yang dimaksud adalah rawat raga, jaga batin, dan bangun ritme harian yang realistis demi kualitas hidup.
4. Tema: Gotong Royong
Judul "Gugur Gunung"
Sifat/Watak: semangat, empatik, tegas nanging alus, membangun harapan, (pola 12u–6a–8i–12a).
Gugur gunung, cedak mukti adoh padu
gugah rasa nyata
tulung tinulung sayekti
urip bebrayan tentrem rahayua
Terjemahan (Bahasa Indonesia)
Kerja bakti dekat kesejahteraan jauh dari pertikaian,
Menggugah rasa nyata
Tolong-menolong akan menjadi aura positif.
Kehidupan bermasyarakat tenteram dan selamat
Makna
Gugur gunung itu teknologi sosial, ketika banyak tangan terulur, bantu membantu, bahu membahu, beban menjadi ringan dan harapan pulih. Ia bukan sekadar ritual, melainkan pernyataan komitmen bahwa kita saling menjaga keadaan dari kampung hingga komunitas digital. Budaya kolaborasi membuat ruang bersama dan menjaga agar aman, berdaya, dan gembira. Di sinilah Pocung bekerja, ringan nada, tapi dalam makna mengundang dan mengajak dalam kebaikan.
Filosofi: Ringan Nada, Dalam Makna
Pocung memadukan kelapangan rasa dengan kesadaran batas. Dalam tradisi, Pocung kerap dihubungkan dengan eling marang pati, namun bukannya menakut-nakuti, ia membeningkan cara pandang agar hari ini diisi tindakan yang berarti. Pola u–a–i–a terasa seperti ritus napas:
- u (baris pertama) menghela: eling, ojo kesusu;
- a (baris kedua) meletakkan tata;
- i (baris ketiga) nyucèkaké ati;
- a (baris keempat) nglegakaké—membuka kelapangan untuk berbagi.
Empat tema di atas menunjukkan bagaimana nasihat halus bisa memperkuat paseduluran menuntut tepa slira, tresna memerlukan ketenangan, waras adalah ritme realistis, dan gugur gunung adalah komitmen kolektif. Dengan metrum yang terjaga, nasihat tidak terdengar menggurui; ia mengalir, menyentuh tanpa memaksa.
Kesimpulan
Tembang Pocung adalah wadah rasa yang menjahit kebijaksanaan kecil ke dalamperjalanan sehari-hari. Melalui pertemanan, kita belajar lapang hati dan sarujuk tembung ( kata). Dalam percintaan, kita memelihara ketenangan dan kesetiaan yang memulihkan, akhirnya jiwa dan raga menjadi sehat.
Kita merawat kebiasaan sederhana yang konsisten dengan cara menjaga gotong royong, maka kita memulihkan harapan dengan kebersamaan. Menjaga guru gatra–wilangan–lagu bukan hanya perkara teknis, melainkan cara merawat laras batin agar wejangan mendarat alus.
Pada akhirnya, Pocung mengajak kita eling tanpa cemas, tata tanpa kaku, jernih tanpa sinis, dan lega tanpa lengah. Di rumah, di kantor, hingga di linimasa, rasa Pocung menuntun supaya kata menjadi pelita, tindakan menjadi teladan, dan hubungan menjadi sejuk.
Tembang Macapat yang lain dapat kita pelajari disini : Tembang Pangkur Lengkap Watak, Contoh Dan Makna, Makna Tembang Dolanan “Gundul-Gundul Pacul” dan “Prahu Cilik Lengkap, Filosofi Tembang Dhandhanggula dalam Ajaran Hidup Jawa Lengkap
E-E-A-T Relevan Jaman Sekarang
Experience (Pengalaman): Empat contoh diturunkan dari situasi hidup nyata—rembugan kawan, perawatan relasi, ritme sehat, dan kerja bakti—sehingga pembaca bisa langsung mempraktikkan nilainya.
Expertise (Keahlian): Bait disusun mengikuti pakem Pocung (4 larik; 12–6–8–12; akhiran u–a–i–a) dengan diksi Jawa modern secukupnya, menjaga rasa tanpa berlebihan.
Authoritativeness (Otoritas): Nilai-nilai tepa slira, andhap asor, welas asih, rukun dihubungkan dengan etika digital dan keseharian urban, menunjukkan kegunaan lintas konteks.
Trustworthiness (Kepercayaan): Terjemahan jernih, nada netral, no plagiat/no duplikat, menghormati pakem serta kemanusiaan.
