Pelestarian Wayang Kulit Gaya Surakarta di Era Digital oleh Generasi Muda
j.s
Pelestarian Wayang Kulit Gaya Surakarta di Era Digital oleh Generasi Muda
Pelestarian Wayang Kulit Gaya Surakarta di Era Digital oleh Generasi Muda
Dunia seni tradisi kini memasuki babak baru. Di tengah derasnya arus digitalisasi, wayang kulit gaya Surakarta tidak lagi sekadar tontonan klasik yang hanya bisa dinikmati di panggung.
Generasi muda Jawa mulai menghidupkan kembali nilai-nilai luhur melalui platform digital, media sosial, dan kanal video.
Salah satu sosok yang memimpin gerakan ini adalah Ki Jangkung Sugiyanto, seorang dalang muda asal Wonogiri, lulusan ISI Surakarta, dan pendiri komunitas Jangkung Laras Indonesia.
Ia mengajarkan bahwa pelestarian budaya tidak cukup dengan pentas semalam suntuk, melainkan juga dengan adaptasi teknologi agar nilai-nilai luhur tetap hidup di tengah zaman.
Digitalisasi Wayang: Dari Panggung ke Layar
Perubahan besar terjadi saat seni pedalangan memasuki dunia digital. Kini pertunjukan wayang dapat disiarkan langsung melalui YouTube, Facebook, hingga TikTok, menjangkau ribuan penonton dari berbagai daerah bahkan luar negeri.
Ki Jangkung Sugiyanto memanfaatkan kanal YouTube-nya untuk mengunggah potongan pagelaran, suluk, dan wejangan filosofis. Ia menjelaskan makna setiap lakon agar generasi muda tak hanya menonton, tapi juga ngudi kawruh (mencari makna).
Ciri khas gaya Surakarta terletak pada wirama, wiraga, dan wirasa yang selaras. Setiap gerak sabetan, suluk, dan gendhing dipadukan secara harmonis.
Meskipun teknologi berkembang, nilai keselarasan ini tetap dijaga. Bagi Ki Jangkung Sugiyanto, kemajuan zaman tidak boleh menghapus tata krama lan rasa yang menjadi roh utama pedalangan Jawa.
Ia bahkan menciptakan karya-karya baru seperti *Wahyu Resmi Roso Sejati* dan *Semar Mbangun Khayanagan*, yang tidak hanya menampilkan sabetan indah, tetapi juga makna spiritual mendalam.
Generasi Muda dan Panggilan Budaya
Di tengah godaan dunia modern, tidak mudah bagi generasi muda untuk mencintai budaya leluhur. Namun melalui pendekatan edukatif dan inspiratif, Ki Jangkung Sugiyanto berhasil menumbuhkan minat baru terhadap wayang di kalangan pelajar dan mahasiswa.
“Nguri-uri budaya iku ora mung nglestarèkaké bentuké, nanging uga nguripi rosoné.”
– Ki Jangkung Sugiyanto
Ia mengadakan pelatihan pedalangan dan karawitan, serta membangun jejaring antar-seniman muda. Melalui wadah Jangkung Laras Indonesia, semangat “Bangun Desa, Bangun Jiwa” dijadikan gerakan nyata.
Menjaga Roh Tradisi di Tengah Teknologi
Pelestarian budaya Jawa bukan berarti menolak modernitas. Justru di era digital, nilai-nilai luhur semakin relevan.
Spirit eling lan waspada, tepa slira, dan narima ing pandum menjadi penyeimbang dari kehidupan modern yang serba cepat.
Maka, perpaduan antara wayang kulit gaya Surakarta dengan teknologi digital merupakan jalan tengah terbaik: menjaga akar, menumbuhkan sayap.
Penutup
Pelestarian seni tradisi bukanlah tugas masa lalu, tetapi tanggung jawab masa kini.
Sosok Ki Jangkung Sugiyanto telah membuktikan bahwa warisan leluhur dapat tetap bersinar dalam dunia digital tanpa kehilangan rohnya.