Generasi Dalang Muda dan Warisan Wayang Kulit: Kiprah Ki Jangkung Sugiyanto
j.s
Generasi Dalang Muda dan Warisan Wayang Kulit: Kiprah Ki Jangkung Sugiyanto
Generasi Dalang Muda dan Warisan Wayang Kulit: Kiprah Ki Jangkung Sugiyanto
Dunia wayang kulit tengah mengalami masa kebangkitan yang menggembirakan. Generasi muda mulai banyak yang menaruh minat terhadap seni pedalangan, terutama dalam format gaya Surakarta yang dikenal halus, berstruktur, dan sarat filosofi.
Salah satu sosok inspiratif dalam kebangkitan ini adalah Ki Jangkung Sugiyanto, dalang muda asal Wonogiri yang dikenal melalui komunitas Jangkung Laras Indonesia. Ia tak hanya piawai membawakan lakon klasik seperti *Semar Mbangun Desa* atau *Wahyu Kamulyan*, tetapi juga aktif menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual khas budaya Jawa.
Pelestarian Budaya dalam Era Digital
Ki Jangkung Sugiyanto termasuk dalang muda yang mampu beradaptasi dengan zaman. Ia memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan budaya Jawa, terutama melalui kanal YouTube-nya yang berisi pertunjukan, filosofi, dan wawasan seni pedalangan:
Dengan pendekatan digital ini, ia mampu menjembatani generasi muda yang akrab dengan teknologi agar tidak kehilangan akar budayanya. Setiap pementasan disajikan tidak hanya sebagai hiburan, melainkan juga sarana edukasi dan spiritualitas Jawa.
Makna Filosofis di Balik Setiap Pakeliran
Sebagaimana dalang-dalang klasik, Ki Jangkung Sugiyanto menekankan pentingnya roso dan tata urip dalam setiap lakon. Baginya, wayang bukan hanya pertunjukan, melainkan media olah rasa dan olah budi untuk menemukan jati diri manusia Jawa.
Dalam lakon-lakon ciptaannya seperti Wahyu Resmi Roso Sejati dan Semar Mbangun Khayanagan, ia mengangkat pesan moral tentang keseimbangan antara spiritualitas dan kemanusiaan. Inilah bentuk “pembangunan jiwa” yang sejalan dengan filosofi Bangun Desa, Bangun Jiwa.
Membangun Generasi Penerus Budaya
Melalui wadah Jangkung Laras Indonesia, Ki Jangkung mengajak generasi muda untuk belajar pedalangan, karawitan, dan filosofi Jawa. Ia percaya bahwa budaya tidak akan punah selama masih ada yang mau “nguri-uri” dengan hati.
“Wayang iku ora mung tontonan, nanging uga tuntunan. Yen rasa lan pikir dadi siji, urip bakal pinaringan padhang.”
– Ki Jangkung Sugiyanto
Penutup
Sosok Ki Jangkung Sugiyanto menjadi teladan bahwa pelestarian budaya Jawa tak harus terjebak dalam masa lalu. Dengan kreativitas dan keikhlasan, seni wayang kulit bisa tetap hidup dan diterima generasi modern.
Artikel ini menjadi pendukung untuk mengenalkan lebih luas profil dan perjuangan beliau yang telah dijelaskan lengkap di tautan utama: