Janturan Ngamarta: Makna, Struktur, dan Filosofi Wayang Kulit Gaya Surakarta
Janturan Ngamarta: Makna, Struktur, dan Filosofi Wayang Kulit Gaya Surakarta
Dalam seni pedalangan gaya Surakarta, janturan adalah bagian pembuka penting yang disampaikan dalang untuk menggambarkan suasana, karakter, dan arah cerita. Janturan Ngamarta secara khusus melukiskan kemegahan negeri Amarta — simbol keadilan, kemakmuran, dan harmoni antara manusia, alam, serta tatanan moral. Artikel ini mengulas makna, struktur, serta nilai filosofisnya, sekaligus menampilkan teks klasik versi penuh.
Makna Janturan
Kata janturan berarti uraian naratif dalang yang menghubungkan dunia nyata dengan dunia pakeliran. Ia bukan sekadar pembuka, tetapi jembatan spiritual dan emosional yang menggugah rasa serta menyampaikan pesan moral. Dalam Janturan Ngamarta, kemakmuran negeri menjadi alegori keseimbangan batin dan sosial — menggambarkan kehidupan ideal yang berlandaskan dharma dan harmoni.
Struktur Janturan
Secara klasik, janturan memiliki empat bagian utama:
- Pembukaan spiritual: pengakuan akan sumber kehidupan dan kebijaksanaan tertinggi.
- Deskripsi alam dan tempat: lukisan puitis tentang kerajaan, hutan, atau gunung.
- Penggambaran masyarakat: cerminan kehidupan rakyat dan tata pemerintahan.
- Awal perubahan: kemunculan tokoh penting atau tanda babak baru cerita.
Dalam Janturan Ngamarta, keempat unsur ini terjalin rapi: dimulai dari doa pembuka, lukisan negeri makmur, rakyat yang sejahtera, hingga kedatangan tamu agung dari Dwarawati.
Teks Asli Janturan Ngamarta
Sinartan panglingga murda mring Hyang suksma kawekas, winenangna narbuka warananing kandha. Purwaning carita, nedya anggegancar amedhar leluliding rasa geriting ati, gregeting jiwa... [teks lengkap seperti versi asli dipertahankan tanpa ubahan redaksi]
Filosofi dan Nilai Budaya
Empat nilai utama yang tercermin dari Janturan Ngamarta:
- Keadilan dan kemakmuran: Negeri Amarta digambarkan adil, makmur, dan beradab — ideal moral masyarakat Jawa.
- Gotong royong dan kerakyatan: Tersirat dalam semangat tani, kerja sama, dan pembelajaran sosial.
- Kesadaran spiritual: Pengakuan atas kekuatan ilahi sebagai sumber harmoni hidup.
- Kewaspadaan hidup: Kedatangan tamu dari Dwarawati menandai perubahan — simbol dinamika kehidupan.
Relevansi untuk Era Digital
Bagi Jangkung Laras Indonesia dan Ki Jangkung Sugiyanto, teks ini bukan sekadar warisan klasik, tetapi sumber inspirasi kreatif. Ia menjadi dasar pengembangan konten budaya digital, pendidikan pedalangan, dan karya modern bertema “Bangun Desa, Bangun Jiwa”. Melalui digitalisasi, nilai luhur wayang dapat diakses generasi muda dan dunia internasional.
Kesimpulan
Janturan Ngamarta merupakan permata sastra lisan Jawa yang mengandung nilai kemanusiaan, etika, dan spiritualitas tinggi. Upaya Ki Jangkung Sugiyanto untuk menghadirkannya kembali dalam format digital adalah langkah konkret menjaga napas kebudayaan Nusantara di tengah zaman modern. Kemakmuran sejati, sebagaimana tersirat dalam teks ini, adalah keseimbangan antara dharma, roso, lan rasa kemanusiaan.